Rabu, 26 Februari 2014

Browse Manual » Wiring » » » » » » » » » Gerakan Koin untuk Presiden Dituding Hina Lambang Negara

Gerakan Koin untuk Presiden Dituding Hina Lambang Negara

Gerakan Koin untuk Presiden Dituding Hina Lambang Negara

TEMPO Interaktif, Jakarta - Gerakan koin untuk Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono yang dilakukan sejumlah anggota DPR dinilai Wakil Ketua DPP Partai Demokrat Max Sopacua sebagai bentuk penghinaan lambang negara. "Itu sebuah penghinaan. Presiden kan bagian dari lambang negara," tandas Max saat ditemui Tempo usai rapat paripurna DPR RI tentang pengesahaan anggota ombudsman, Selasa (25/1).

Bahkan Max berencana untuk melakukan rapat internal partainya untuk membahas ulah sejumlah anggota dewan itu. "Soal kami mau apa, nanti perlu dibahas," kata Max.

Sebelumnya, sebuah kotak kaca diletakkan di depan Sekretariat Komisi Hukum DPR RI usai rapat kerja komisi tersebut dengan Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo, Senin (24/1). Hanya saja, sejumlah anggota Komisi Hukum tersebut mengaku tak tahu menahu siapa yang kali pertama menggulirkan ide tersebut.

Namun anggota Komisi Hukum dari Fraksi PKS Nasir Djamil mengungkapkan, bahwa sebelumnya ada perbincangan ringan dengan beberapa anggota Komisi Hukum saat rehat. Mereka di antaranya Bambang Susatyo dari Fraksi Golkar, Desmon J. Mahesa dari Fraksi Gerindra, juga Syarifudin Suding dari Fraksi Hanura. "Perbincangan dipicu adanya gerakan Help Salary President yang muncul di Twitter," kata Nasir.

Kebetulan, lanjut Nasir, ada kota kaca di sana. Kotak itu pun diberi tempelan kertas bertuliskan "Koin untuk Presiden" dan diisi dengan pecahan uang koin. Kotak koin itu disebut-sebut sebagai sindiran untuk Presiden yang curhat tentang gajinya yang tak pernah naik sejak tujuh tahun lalu.
"Tak perlu dibesar-besarkan," kata Nasir.

Berdasarkan pengamatan Tempo, mayoritas pecahan Rp 500 dan ada satu lembar uang kertas bernilai Rp 2.000. Menjelang tengah hari, kotak itu dpindah ke depan pintu masuk gedung DPR dari Komisi Hukum. Bahkan kotaknya pun diganti dengan kotak kardus bekas tempat kertas HVS. "Kalau diletakkan di sini, nanti dikira ini usulan Komisi Hukum," kata salah seorang staf Sekretariat Komisi Hukum yang tak mau disebut namanya.

PITO AGUSTIN RUDIANA

sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar